I'll be There Scene 1

Lanjutan komik…

"Dia masih begitu.." senyum getir terlukis di wajahnya. Hanya bisa itu yang ia perbuat di sore sendu ini. Nao kembali pulang dengan memaksakan wajah senang seperti biasa. Memutuskan untuk melupakan kejadian tadi, sosok kakak perempuan baik hati yang sangat dia sayang sudah tidak terlihat lagi. Sosok baik hati itu hanya ada didalam pikiran Nao, tertanam dan bertahan dari hari ke hari.

Yuu, berjalan ke arah rumahnya. Rumah yang bagi dia semakin hari semakin memuakkan, sedari kecil ia merasa mendapat kasih sayang palsu dari keluarganya. Luka kecil di pergelangan tangannya yang ia peroleh sama sekali tidak ia dapat ia rasakan, mungkin sensor nyerinya tidak berfungsi lagi semenjak kematian Kak Yuto, cinta kecilnya.
"kau seperti habis berkelahi saja, kak.. Aku yang selalu kau anggap jahat dan bodoh saja tidak pernah sampai membuat kekacauan,kenapa kau yang anak rajin berantakan begini??" suara manis tetapi bernada pedas keluar dari mulut adik perempuannya, Mii.
"aku sudah sampai rumah daritadi, padahal yang pulang duluan kan kakak, dan yang keluyuran diluar kan aku.." Mii menyambung "kakak sudah muak menjadi anak baik terus menerus ya??"

Yuu hanya menatap sedikit ke arah sumber suara, bisa saja ia timpal balik perkataan adik tirinya itu, tapi moodnya sedang malas.
"terserah.." itu kata sambutan milik Yuu untuk adiknya. Yuu berangsur meninggalkan ruang tengah yang ditutupi wangi parfum Mii, berjalan ke lantai dua dan masuk ke kamarnya.

Kamar milik Yuu dan Mii, terdapat dua kasur yang saling berseberangan. Mudah ditebak mana perabot milik Mii atau Yuu. Hanya yang bernuansa gadis milik Mii, sedangkan Yuu tidak pernah memikirkan apapun tentang miliknya. Warna kesukaannya sudah ia lupakan bertahun-tahun lalu, barang-barang miliknya tidak pernah jauh-jauh dari buku pelajaran. Kehidupan yang membosankan, hobi menggambarnya sudah tidak pernah dia asah lagi. Crayon milik Kak Yuto yang pernah ia pinjam tergeletak mengenaskan di bawah kasur.
"dimana cermin miliknya?" Yuu sedang mencari-cari barang wajib milik adiknya, sudah dipastikan barang sederhana itupun tidak pernah ia miliki. Setelah mendapatkannya, dan memang seharusnya mudah sekali untuk didapatkan, yuu melihat asal perih yang telat terasa.
"dahi.." terdapat luka lecet didahi nya, kemudian ia menempelkan plester dengan perasaan datar. Ia merebahkan diri di kasur empuknya, mengingat dan menghapalkan ilmu apa saja yang sudah ia dapatkan selama kelas berlangsung.
"buku catatan.." ia teringat ada tugas rumah yang harus dikerjakan, ia buka tas dan menggeledah isi tasnya lalu mendapatkan apa yang dicari.

Hidangan makan malam sudah mengepulkan asapnya.
"harumnya memikat sekali, bu" Mii memuji masakan ibunya terlebih dahulu. Disusul ayah yang sudah tak sabar memakannya.
"mereka sudah menggoda mulut ayah" ruang makan itu diselimuti perasaan bahagia setiap sesi makan keluarga di lakukan. Ditengah tawa yang diselingi cerita lucu dari ayah, ibu lagi-lagi menawarkan nasi tambahan untuk ayah. Ayah hanya mengangguk dan memberikan mangkuknya dan kembali meneruskan ceritanya.
"kau bisa tersedak,yah" Yuu memotong  cerita ayah dengan nada datar.
"oh,tidak apa kan ada ibu mu yang selalu disamping ayah" ayah tersenyum. Entah senyuman untuk Yuu karena peringatannya, atau ke ibu yang masakkannya sangat enak.
"Mii ingin mendengar lanjutan cerita ayah..dan ingin menambah nasi ibu" sikap manisnya tidak pernah ia buat-buat didepan orang tuanya. Melihat sikap manis anaknya, ayah pun melanjuti ceritanya…

Yuu seperti biasa belajar sendirian di kamarnya, sedangkan Mii asik menonton tv di ruang tengah, tiba-tiba entah ada hal apa Mii menelpon ponsel Nao.
"aku mau belajar " Mii membuka percakapan. Disusul suara Nao dari telepon seberang
"tinggal buka buku lalu baca. Susah amat"
"Mii mau belajar bareng dengan Nao" suara yang dibuat manja kembali diperdengarkan Mii.
"Kakakmu kan pintar, minta ajari saja dia"
"Nao tidak tahu kan Mii benci sekali dengannya?" kali ini suaranya terdengar serius.
"Mii.." Nao juga mulai serius ,"apapun yang akan kamu katakan, aku yakin yang cari masalah duluan itu kamu".
"……..."
ada  jeda cukup lama di percakapan mereka, namun Mii langsung angkat bicara,
"Jangan salahkan Mii kalau malam ini Mii mengetuk rumahmu..."
"piip..piip" 
Nao meletakkan ponselnya keatas meja, membereskan buku-bukunya. Lalu ia memikirkan sesuatu.
"ah, andai saja dia memiliki ponsel juga, mungkin aku bisa menelponnya juga.." kemudian ia pun tersenyum,
"itu pun belum tentu dia mau menjawab telpon-ku". Nao menghela napas, lelah juga dia mendapat perlakuan seperti itu dari orang yang disayanginya. Dia menyayangi Yuu sama seperti menyayangi ibundanya. Ia yakin kata-kata dingin yang pernah dilontarkan Yuu untuknya semasa kecil, bukan seutuhnya milik Nao. Ia yakin Yuu bisa tersenyum sama seperti Yuu 5 tahun, dan selalu mengucapkan kata-kata manis seperti Mii.

#lanjut ke Scene 2

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Movie-Review From Up on Poppy Hill

Drama Review : Boku no Ita Jikan

Best Scene on Akagami no Shirayuki (Zen-Shira only)